Pasuruan – Sidang lanjutan BBM ilegal PT. MCN kembali dihebohkan dengan keteangan dari saksi bahwasanya BBM mereka mengalir ke beberapa perusahaan swasta bahkan BUMN.
Sidang yang di gelar PN Pasuruan pada, Rabu (11/10/23) dipimpin hakim ketua Yuniar Yudha Himawan tersebut menghadirkan tiga orang saksi untuk memberikan keterangan terkait BBM ilegal PT. MCN dengan tiga tersangka Abdul Wahid, Bahtiar Febrian Pratama, dan Sutrisno yang berlokasi di kota Pasuruan.
Ketiga saksi yang dihadirkan adalah Subianto Wijaya, Anwar Sadad, dan juga Salahudin yang mempunyai peran masing-masing dalam lingkaran sindikat BBM ilegal yang di grebek oleh Mabes Polri beberapa waktu lalu.
Saksi yang dihadirkan telemarketing atau broker penjualan BBM ilegal milik PT. MCN.
Dalam kesaksiannya, saksi mengungkapkan bahwa, dirinya bergabung dengan PT MCN sejak 2018. Sebagai perantara, Anwar mengatakan bahwa ada banyak perusahaan yang sering membeli minyak dari PT MCN.
“Ada banyak yang beli minyak (BBM) mulai dari perusahaan swasta hingga perusahaan BUMN,” kata salah saksi yang bernama Anwar.
Dirinya beranggapan bahwa yang dijual selama ini adalah solar industri karena melihat berkas curriculum vitae dari PT MCN. Anwar menyebut bahwa solar dari PT MCN dia anggap sebagai solar industri yang dikenal di kalangan penjual BBM sebagai solar migas.
Dia mengaku tidak tahu terkait solar bersubsidi yang ditimbun oleh terdakwa Abdul Wahid. Solar migas ini dia sebut dikeluarkan oleh produsen BBM swasta selain PT Pertamina, harga jualnya juga lebih murah.
“Dalam CV-nya PT MCN itu tidak tercantum izin dari Pertamina, jadi saya anggapnya solar migas,” terangnya.
Anwar mengaku menjual solar dari PT MCN ke sejumlah industri. Dalam BAP, dituliskan ada 17 transaksi pembelian solar ke sejumlah perusahaan.
Kebanyakan perusahaan yang membeli, dia sebut di luar dari BUMN. Anwar menjual solar dengan harga yang bervariasi, yakni antara Rp8.850 hingga Rp10.200 per liter.
Majelis hakim pun mempertanyakan dari mana standar harga jual solar yang jadi acuan saksi Anwar. Pasalnya dalam website Pertamina, standar harga jual solar industri non subsidi adalah Rp21.850.
“Kalau solar migas standar harganya kami ikut produsen yang mengeluarkan. Kalau rata-rata Rp10 ribu per liter. Memang harganya lebih murah dari Pertamina,” jawab Anwar.
Karena berstatus freelance, dia mengatakan bahwa per liternya dia mendapat upah sekitar Rp100, itu pun di luar PPN yang ditetapkan PT MCN. Anwar mengaku paling sedikit pernah menjual solar sebanyak 5.000 liter dan paling banyak 8.000 liter. Namun dalam seminggu, dia bisa menjual solar antara 2-3 kali pengiriman.
“Kalau 5.000 liter misalnya, saya dapatnya Rp450 ribu, dipotong PPN 10 persen,” jelasnya.
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan penimbunan solar ilegal di Kota Pasuruan ini, JPU menghadirkan tiga saksi. Yaitu Anwar Sadad selaku broker atau makelar untuk penjualan solar ke industri, pengusaha tambang Sholehudin, serta Safak selaku makelar penjualan solar untuk kebutuhan kapal di Surabaya.
Dalam kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan ini, JPU menetapkan tiga terdakwa yakni terdakwa, Abdul Wachid selaku pemilik modal dari PT MCN, kemudian Bahtiar Febrian Pratama selaku pengelola keuangan, dan Sutrisno selaku koordinator sopir.
Ketiganya didakwakan Pasal 55 UU RI No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Pasal 40 Ayat 9 UU RI No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Red)